Tuesday, August 23, 2011

*Review* The Nine Lessons, Novel tentang Cinta, Keluarga dan Kesempatan Kedua




Judul  Asli     : The Nine Lessons
Penulis          : Kevin A. Milne
Penerbit        : Qanita (Mizan)
Penerjemah   : Maria Renata Wilson Perdana
Terbit           : Mei 2011
Tebal            : 323 halaman
Harga           : Rp. 45.000 (sekarang diskon jadi Rp. 38.500)

Ini bukan novel biasa, dan saya malah menolak jika novel ini disebut novel romance melainkan lebih tepatnya disebut novel drama keluarga, dan bahkan ini adalah buku wajib bagi setiap ayah dan calon ayah.

Augusta Witte, peran sentral dari novel ini adalah seorang dokter hewan yang sudah menjalani pernikahan selama tujuh tahun bersama istrinya Erin. Apakah mereka tidak ingin memiliki anak dalam rentang pernikahan selama itu? Jawabannya adalah ya dan tidak. Erin, sang istri sangat menginginkan kehadiran seorang anak sementara Augusta berusaha sebisa mungkin menunda keinginan itu karena ia tidak ingin menjadi ayah yang buruk bagi anaknya kelak. Dengan sabar Erin tahun demi tahun mengajukan permintaannya ini dan terus ditepis oleh suaminya. Hingga suatu ketika ia melihat hasil uji tes kehamilan yang menyatakan bahwa ia hamil. Dan ketakutan menjadi seorang ayah kembali melandanya.

Augusta yang merasa tidak siap dan tidak tahu menahu bagaimana menjadi seorang ayah yang baik, mendatangi ayahnya, London Witte, di tengah malam buta dan menumpahkan amarahnya atas semua kenangan buruk yang ia miliki tentang hubungan ayah dan anak. Tidak ada kenangan manis akan hubungan diantara mereka inilah yang membuat Augusta membenci London, apalagi sepeninggal ibunya akibat kanker tenggorokan saat ia berusia lima tahun. Ia bahkan tidak begitu mengenal sosok ibu yang telah melahirkan dirinya. Yang ia tahu ayahnya hanya disibukkan dengan permainan golf.

London Witte berusaha menebus kembali kesalahan akan hubungannya yang tidak harmonis dengan Augusta, yang tentunya sedikit banyak mendapatkan cemooh dari sang anak. “ 
Augusta setuju untuk menerima sembilan pelajaran tentang golf yang dilakukan satu bulan sekali selama sembilan bulan. Dan sebagai imbalan ia akan menerima setumpuk kartu skor golf yang berisikan kenangan mengenai ibunya, Jessalyn. Yang menarik adalah bagaimana cara London bagaimana konsistennya London terhadap golf  dan bagaimana ia mengajarkan filosofi hidup pada saat bersamaan dengan cara santai yang membuat Augusta mau tak mau menerima kebenarannya. Pada saat bersamaan Augusta pun mendapatkan gambaran mengenai ibunya dan melihat hal lain serta tumbuhnya ikatan antara ia ayahnya yang selama ini tidak pernah ia lihat.

Salah satu kutipan menarik di halaman 68 yang sedikit menyentil saya adalah, “…menjadi ayah itu adalah hal yang menakutkan bagi semua orang! Intinya adalah, tak pernah ada orang yang siap menjadi orangtua dan tak ada orang yang menjadi orangtua yang sempurna. Jika seorang ayah berharap untuk berdiri dan memukul hole in one dari awal dalam mendidik anaknya, ia mengharapkan hal yang mustahil.”

Pada awal membaca halaman-halaman pertama, kening saya mau tak mau berkerut dengan bertaburannya istilah mengenai permainan golf yang sama sekali awam bagi saya. Namun seiring jalan cerita, jujur saja, saya mengabaikan istilah-istilah itu dan kagum bagaimana Kevin, yang menyandang gelar Bachelor of Science dalam bidang psikologi ini, begitu piawai menganalogikan “kehidupan golf” dengan “fisolosi hidup” di dunia nyata.

Sebuah novel berbeda, yang diambil dari sudut pandang seorang laki-laki, dengan menggambarkan kepribadian laki-laki secara utuh. Meski secara pribadi saya  kurang sreg dengan cover novel yang kurang menggambarkan inti cerita, tapi lagi-lagi saya mengatakan bahwa ini adalah bacaan wajib kaum laki-laki. @nik-11.

http://kaifa.mizan.com/index.php?fuseaction=buku_full&id=3715 
Info diskon, silahkan langsung klik 

No comments:

Post a Comment